Jumat, 25 Januari 2008

Al Qiyadah Kejar Pengikut yang Keluar
Jum'at, 02 November 2007 | 20:56 WIB

TEMPO Interaktif, Yogyakarta: Aliran Al Qiyadah Al Islamiyah tidak rela jika ada pengikutnya yang insaf dan keluar dari aliran ini. Yoki Irawan (19 tahun), mahasiswa semester tiga jurusan teknik industri di Akademi Komputer (AKAKOM) Yogyakarta mengaku pengikut aliran Alqiyadah terus mengejar dirinya ketika memutuskan tak aktif lagi.

Pemuda yang mengaku ikut pertemuan hingga 20 kali dalam sepanjang Oktober-Desember 2006 ini akhirnya memutuskan keluar. "Saya sampai takut tinggal di kos karena mereka terus mengejar saya ," kata Yoki kepada Tempo di Yogyakarta pada Jumat (2/11) .

Setiap hari, kata dia, pengikut Al Qiyadah terus memaksa dirinya mengikuti aliran ini. Padahal dia menjelaskan dirinya tak sepaham dengan aliran ini. Ketaksepahaman itu, kata Yoki, karena aliran ini tidak mewajibkan salat pada pengikutnya.

Sebagai penggantinya, mereka diwajibkan salat tahajud. Menurut mereka, salat bisa dilakukan di mana-mana dan tidak perlu harus menghadap kiblat. "Kabah adalah batu,
maka kalau menyembah Kabah dianggap musyrik," ujarnya.

Ketika pertama kali bergabung, Yoki diwajibkan mengikuti
TKBK (Tarbiyatul Khos Bil Khos) yakni pendidikan khusus di jenjang pemula untuk menuju jenjang berikutnya. Seorang yang mengikuti aliran ini harus mengikuti TKBK karena sebagai syarat untuk diangkat menjadi pimpinan.

Pemimpin tertinggi dalam aliran ini disebut mawaul ula. "Ketika seorang menjadi mawaul ula, semua perintahnya harus ditaati dan tidak boleh ditolak," ujar Yoki.

Menurut Yoki, pengikut aliran ini biasanya bertemu di kawasan Monjali yang disebut sebagai misbah. Letaknya di pelosok. "Tapi rumahnya besar," katanya. Yoki juga menyebutkan daerah di belakang Jogja Economic Center (JEC).

Dosen agama Islam di Akademi Komputer (AKAKOM), Ahmad Saifudin yang menelusuri aliran ini sejak setahun lalu mengatakan, umumnya misbah aliran Alqiyadah terletak di pelosok-pelosok. "Masyarakat bahkan tidak tahu aktivitas aliran ini," katanya.

Lokasi di pelosok-pelosok itu, katanya, karena fase yang dilakukan oleh aliran ini adalah fase sirron atau dakwah secara sembunyi-sembunyi. "Terus terang mereka cukup berhasil menjalankan fase ini," ujarnya. Setiap
fase berlangsung selama enam tahun.

Tidak ada komentar: